Kamis, 14 Maret 2013

Graphene Sebagai Pengganti Silicon Untuk Panel Surya


Para peneliti telah menunjukkan bahwa graphene sangat efisien dalam menghasilkan elektron untuk menyerap cahaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan ini dapat digunakan untuk membuat sel surya yang lebih efisien.

Bahan konvensional yang mengubah cahaya menjadi listrik, seperti arsenide silikon dan galium, menghasilkan elektron tunggal untuk menyerap setiap foton. Sekarang, penelitian baru mengungkapkan bahwa ketika graphene menyerap foton, bahan ini akan dapat menghasilkan beberapa elektron. Ini berarti bahwa graphene dapat mengkonversi cahaya menjadi listrik lebih efisien daripada bahan konvensional yang digunakan saat ini.

Graphene sebagai alternatif sel surya
Penelitian yang dilakukan para ahli telah menunjukkan bahwa graphene memiliki potensi yang luar biasa. Peneliti di Hitachi Cambridge Laboratory, menunjukkan bahwa beberapa waktu kedepan, penggunaan Graphene akan melingkupi banyak produk-produk yang dapat menghasilkan energi alternatif.

Graphene bisa dianggap sebagai kandidat untuk digunakan pada generasi ketiga sel surya. Istilah generasi ketiga ini mengacu pada pengembangan teknologi yang akan mengatasi batasan-batasan fisik sel surya konvensional, sehingga mampu mencapai efisiensi yang jauh lebih tinggi. Sel silikon saat ini memiliki batasan efisiensi sekitar 30 persen, namun sel surya terbuat dari graphene mungkin memiliki batasan lebih dari 60 persen.


Selasa, 12 Maret 2013

Efek fotovoltaik: Edmond Becquerel

Lahir di Paris, Edmond Becquerel (1820-1891), seorang ahli fisika Perancis pada tahun 1839, dikenal karena studinya dalam magnet listrik, spektrum matahari, dan optik. 

Ia terkenal untuk penemuan dan mengungkap prinsip kunci untuk sel energi surya, efek fotovoltaik. Ia menerima gelar doktor dari Universitas Paris, dan akhirnya menerima posisi profesor di Institut agronomi dari Versailles. 

Dia tertarik pada pendar dan luminescence, khususnya reaksi kimia yang disebabkan oleh eksploitasi zat tertentu terhadap cahaya. Pada Tahun 1840an ia menemukan bahwa reaksi ini bisa menghasilkan arus listrik di kedua cairan dan logam. Hubungan antara energi cahaya dan energi kimia dimanfaatkan oleh banyak ilmuwan di tahun-tahun berikutnya dan penelitian telah menyebabkan perkembangan sel fotovoltaik. 

Efek fotovoltaik adalah proses fisik dasar dimana sel fotovoltaik mengubah sinar matahari menjadi listrik. Sinar matahari terdiri dari foton yang terdapat dalam energi surya. Foton ini mengandung jumlah energi yang berbeda, sesuai dengan panjang gelombang dari spektrum matahari. 

Ketika foton tertangkap oleh luasan panel surya, maka foton yang mengenai sel fotovoltaik dapat diserap, sedangkan yang tidak, hanya menembus luasan panel surya. Foton yang diserap itulah yang dapat menghasilkan listrik. (David)

Senin, 11 Maret 2013

Marine Solar Cells


Intisari-Ada dua kelemahan yang bisa kita temui pada sebagian besar sistem energi surya di pasaran saat: perlu lahan luas serta biaya pembuatan dan pemeliharaan yang tinggi. Untuk mengatasi hal itu, saat ini sedang dikembangkan sebuah pembangkit listrik tenaga surya yang mengambang. Panel tidak diletakkan di daratan tapi mengambang di air.

Tak bisa dipungkiri bahwa energi surya memiliki peran yang dominan dalam membendung efek gas rumah kaca. Energi ini dianggap bersih dan merupakan sumber listrik yang efisien. Pengembangan yang ada saat ini bertujuan untuk mengatasi dua kendalai tadi.

Seperti dikutip sciencedaily.com, kerja sama antara Prancis dan Israel ini sudah pada tahap rancang bangun. Diharapkan September 2011 sudah bisa diimplementasikan di lapangan. Sebagai lokasi akan dipilih di Cadarache, tenggara Prancis. Tempat ini memiliki tempat istimewa dalam sistem perlistrikan Prancis dan dekat dengan fasilitas PLTA yang menyediakan permukaan air untuk pemasanan sistem. Direncanakan akan beroperasi selama sembilan bulan untuk menguji kinerja sistem dan produktivitasnya pada perubahan musim dan tingkat kedalaman air. Juni 2012 diharapkan sudah terkumpul semua informasi yang diperlukan teknologi ini untuk dilepas ke pasaran.

Jika perusahaan fotovoltaik berjuang mencari lahan untuk menaruh pabrik listrik sel suryanya, tim proyek mengidentifikasi potensi tak tersentuh untuk pemasangan instalasi sel surya di air. Cekungan air yang digunakan tentu saja bukan bagian dari taman nasional, resort wisata, atau lautan terbuka. Justru cekungan air industri yang dipilih, yang sudah digunakan untuk tujuan lain. Jadi, tidak ada pengaruh negatif pada lahan alam. Sebuah solusi yang sama-sama menguntungkan.

Setelah menyelesaikan persoalan mengenai tempat, masalah lain adalah biaya. Memang, biaya yang dipakai terdengar 'wow', namun untuk jangka panjang hal itu masuk akal. Pengembang dapat mengurangi ongkos berkaitan dengan implementasi teknologi dalam dua hal. Pertama mengurangi jumlah sel surya yang digunakan. Ini berkat teknologi sel surya terbaru yang berbasiskan cermin. Meski sel berkurang, namun listrik yang dihasilkan tetap.

Kedua, digunakannya sistem pendinginan air karena panel terendam air. Karena sistem pendinginan yang sederhana ini sehingga sistem fotovoltaik bisa menggunakan sel surya silikon, yang memiliki masalah soal overheating dan perlu didinginkan agar sistem bekerja dengan benar. Ini berbeda dengan sistem standar yang lebih mahal. Jenis silikon juga memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis standar.

Masih dalam rangka membuat teknologi ini efisien dan siap dilempar ke pasar, sistem dirancang menggunakan sistem modul mengikuti keinginan pengguna. Setiap modul menghasilkan sekitar 200 kW listrik. Jika ingin tambah tinggal memasang modul tambahan.

Masalah lingkungan juga diperhatikan. Kenyataan bahwa oksigen akan diserap oleh sistem sehingga masuk ke dalam air akan menjaga kecukupan oksigen bagi kehidupan bawah air. Pemilihan material pun mengacu ke seberapa besar dampaknya ke lingkungan bawah air. (Agus)

Jumat, 08 Maret 2013

Tarif Listrik Energi Surya Akan Diseragamkan


EBTKE-- Pemerintah akan menyeragamkan harga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya(PLTS) yang akan ditetapkan melalui mekanisme feed in tariff.Harga listrik yang akan ditetapkan berkisar US$25 sen-US$30 sen per kilo Watt hour(kWh).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Rida Mulyana mengatakan ditetapkan mekanisme feed in tariff bertujuan untuk  mengembangkan PLTS, terutama berdekatan dengan lokasi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di PLTD di sejumlah daerah. Pasalnya, harga listrik dari PLTD saat ini mencapai sekitar US$ 35 sen-US$ 40 sen per kWh.
"Rencana Feed in Tariff PLTS ini menurutnya akan dibahas di tingkat rapat koordinasi terbatas di Kementerian Menko Perekonomian,harga listrik dari PLTS ini nantinya diseragamkan di semua lokasi karena sulit menentukan klasifikasi bila harus dibedakan di setiap lokasi," tuturnya di Jakarta,"kata dia dalam Diskusi dengan Media Massa Nasional, di Kantor Ditjen EBTKE, Jumat, 22 Februari 2013 lalu.
Menurut dia, harga listrik dari tenaga surya itu masih direncanakan berada di kisaran US$ 25 sen-US$ 30 sen per kWh. Meski tidak akan dibedakan per lokasi seperti halnya harga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), namun menurutnya, semakin besar tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pembangkit surya tersebut, atau bahkan lebih dari 40 persen, maka harga yang akan ditetapkan menuju optimal sebesar US$ 30 sen per kWh.
"Pengembangan PLTS ini tidak akan dilakukan melalui lelang seperti halnya PLTP, namun akan dilakukan melalui pemilihan terbatas (beauty contest),"jelas Rida. Beauty contest ini sambungnya, akan ditentukan oleh tim yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan PLN.
"Nanti akan ada penugasan ke PLN untuk membeli harga listrik dari PLTS tersebut. Harga ini pun juga dibahas bersama PLN, jadi mau tidak mau, PLN harus tetap membeli dengan harga tersebut," ujarnya.
Dia mengaku, meskipun tarifnya lebih mahal dibandingkan PLTP, tapi ini tetap lebih murah dibandingkan pakai BBM, sehingga akan mengurangi biaya pokok listrik PLN. Namun demikian, lanjutnya, secara bertahap pihaknya akan mencoba memperbesar kapasitas PLTS ini, sehingga harga listrik berpotensi menjadi lebih murah dan konsumsi BBM juga semakin menurun.
"Kapasitas PLTS yang akan dikembangkan nantinya disesuaikan dengan kuota yang akan ditetapkan per tahunnya. Kuota juga bergantung pada kapasitas PLTD yang bisa diganti oleh PLTS di setiap lokasi. Kami targetkan kuotanya 100 MW per tahun," ujarnya.
Dia mengatakan, pihaknya berencana pengembangan PLTS berdekatan dengan lokasi PLTD, sehingga bisa menggantikan pemakaian PLTD pada siang hari menjadi PLTS, sehingga konsumsi BBM menjadi berkurang dan ini bisa mengurangi subsidi listrik.
Namun demikian, katanya, PLTS ini hanya digunakan pada siang hari, sementara beban listrik di malam hari masih tetap akan menggunakan PLTD. Pasalnya, PLTS yang digunakan tidak menggunakan baterai. Tidak digunakannya sistem baterai pada PLTS ini menurutnya karena investasi yang dibutuhkan bila menggunakan baterai menjadi lebih mahal hingga dua kali lipat dibandingkan tidak menggunakan baterai. Selain itu, lanjutnya, setiap tiga tahun sekali baterai juga harus diganti, sehingga biaya yang dikeluarkan juga menjadi lebih mahal. Sementara bila tanpa baterai, menurutnya pembangkit bisa bertahan hingga 20 tahun.
Dia menjelaskan, investasi yang dibutuhkan untuk membangun PLTS ini mencapai Rp 26 miliar per 1 mega watt (MW), namun itu tidak termasuk biaya pembebasan tanah. “Investasi tersebut seperti yang dianggarkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk PLTS di Bali tahun ini,”pungkasnya.(ferial)

Kandungan Lokal LHE untuk Tender Pemerintah Harus 25 %


Jakarta-PT PLN (Persero) tetap mensyaratkan tingkat kandungan  dalam negeri (TKDN) minimal 25 persen untuk tender pengadaan lampu hemat energi (LHE). PLN sendiri telah menetapkan tiga perusahaan lampu lolos tahap prakualifikasi awal tender pengadaan 51 juta LHE.

Ketua program LHE PLN syaiful Ibrahim, tim seleksi pengadaan LHE PLN hanya melihat pada kelengkapan persyaratan administrasi saja. dari seluruh peserta yang ikut, hanya tiga peserta yang memenuhi kelengkapan administrasi.

Ketiga peserta yang dinyatakan lolos tahap prakualifikasi tersebut adalah PT Citra Mahasurya Industries (merek Visicom),PT Sintra Sinarindo Elektrik (merek Sinyoku), dan PT Star Delta Utama sakti (merek Phillips).

Jika ketiga perusahaan ini menang dalam tahap verifikasi lanjutan, maka mereka harus mengadakan LHE berkisar 3-3,5 juta unit dari total pengadaan 51 juta unit. tender pengadaan ini akan di bagikan dalam 16 lot.

Untuk pengadaan lot kedua sebanyak 3-3,5 juta LHE, dibutuhkan biaya sebesar Rp 920,8 miliar.